Kamis, 30 Agustus 2012

Multiple Intelligences

 Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Sedangkan menurut beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi sebagai sebuah keahlian dalam melakukan pemecahan masalah (problem solving) dan kemampuan untuk beradaptasi serta belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi:

1. Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
2. Faktor Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
3. Stabilitas intelegensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Stabilitas intelegensi tergantung pada perkembangan organik otak.
4. Pengaruh faktor kematangan
         Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalani fungsinya.
5. Pengaruh faktor pembentukan
        Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi intelegensi.
6. Minat dan pembawaan yang khas
         Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan  dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
7. Kebebasan
         Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.

TES INTELEGENSI

        1. Tes Intelegensi Individual

a. Tes Binet
                       Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
                    Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
                    Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
                    
b. Skala Wechsler
                       Tes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4 sampai 6 1/2 tahun; Wechsler Intelligence Scale for Chidren-Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 hingga 16 tahun; dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R). Selain menunjukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada 6 subskala verbal, IQ kinerja didasarkan pada 5 subskala kinerja. Ini membuat peneliti bisa melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan kelemahan dalam area inteligensi murid yang berbeda-beda (Woolger, 2001). 
                                
        2. Tes Intelegensi Kelompok

                              Tes intelegensi kelompok mencakup Lorge-Thorndike Intelligence Tests, Kuhlman-Anderson Intelligence Tests, dan Otis-Lennon School Mental Abilities Tests. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis daripada tes individual, namun juga memiliki kekurangan. Ketika obsevator melakukan tes dalam sebuah kelas besar maka dia akan kesulitan untuk membuat laporan individual, menentukan tingkat kecemasan murid, dalam sebuah tes dalam kelas besar Testee (peserta tes) mungkin tidak memahami instruksi atau mungkin saja diganggu oleh peserta yang lain. Tes intelegensi kelompok harus dilengkapi dengan informasi lain tentang kemampuan murid.

MULTIPLE INTELLIGENCES

        1. Teori Triarkis Stenberg
                  Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Stenberg (1986, 200), inteligensi muncul dalam bentuk: analitis, kreatif dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.

2. Delapan Kerangka Pikiran Gardner
          Howard Gardner (1983, 1993, 2002) percaya bahwa ada banyak tipe inteligensi spesifik atau kerangka pikiran. Kerangka ini dideskripsikan bersama dengan contoh pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, Campbell & Dicksinson, 1999) : 
a.    Keahlian verbal/linguistic/bahasa, kemampuan untuk berfikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, jurnalis, penyair, orator).
b.   Keahlian logis-matematis, kemampuan berfikir (menalar) dan berhitung, berpikir logis, dan sistematis (ilmuwan, ekonom, akuntan, detektif, insinyur, anggota profesi hukum).
c.    Keahlian visual-spasial, kemampuan berfikir menggunakan gambar, menvisualisasikan hasil masa depan (arsitek, pemahat, seniman, fotografer, pelaut).
d.   Keahlian musical, kemampuan mengubah atau menciptakan musik, dapat bernyanyi dengan baik atau memahami dan mengapresiasi musik, serta menjaga ritme (musisi, composer, perekayasa rekaman).
e.    Keahlian tubuh-kinestetik, kemampuan memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, atlet, penari, bidang babgunan dan konstruksi).
f.     Keahlian interpersonal, kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian (professional kesehatan mental, guru teladan, fasilitator, pemuka agama).
g.    Keahlian intrapersonal, kemampuan menganalisis diri dan memahami diri (teolog, psikolog, penyuluh).
h.   Keahlian naturalis, kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (nelayan, petani, ahli botani, ekolog, ahli tanah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar