Jumat, 31 Agustus 2012

Apa itu TANTRUM?


Temper Tantrums merupakan suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 6 tahun.

Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.
  2. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.
  3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan.
  4. Mood-nya (suasana hati) lebih sering negatif.
  5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah.
  6. Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:

Di bawah usia 3 tahun:
  • Menangis
  • Menggigit
  • Memukul
  • Menendang
  • Menjerit
  • Memekik-mekik
  • Melengkungkan punggung
  • Melempar badan ke lantai
  • Memukul-mukulkan tangan
  • Menahan nafas
  • Membentur-benturkan kepala
  • Melempar-lempar barang

Usia 3 - 4 tahun:
  • Perilaku-perilaku tersebut diatas
  • Menghentak-hentakan kaki
  • Berteriak-teriak
  • Meninju
  • Membanting pintu
  • Mengkritik
  • Merengek

Usia 5 tahun ke atas:
  • Perilaku- perilaku tersebut pada 2 kategori usia di atas
  • Memaki
  • Menyumpah
  • Memukul kakak/adik atau temannya
  • Mengkritik diri sendiri
  • Memecahkan barang dengan sengaja
  • Mengancam

Faktor Penyebab?

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.
  1. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk Tantrum.
  1. Tidak terpenuhinya kebutuhan.
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara Tantrum agar diperbolehkan.
  1. Pola asuh orangtua.
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.
  1. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.
  2. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure).

(dari e-psikologi.com)

Syndrome Tourette

Apa Sih Tourette Syndrome?

Sindrom Tourette adalah sebuah gangguan menurun yang ditandai dengan gerenyet urat syaraf otot sederhana dan kompleks dan secara vokal yang sering terjadi sepanjang hari setidaknya selama satu tahun. Sindrom ini mempengaruhi satu dari 100 orang dan diantaranya mayoritas terjadi pada laki-laki. Sebagian besar sindrom Tourette ini dimulai saat anak-anak dan biasanya gejala yang timbul tidak dikenali karena gejalanya sangat ringan.

Sindrom Tourette terjadi dimana terjadi tic (tic adalah gerakan diluar kesadaran yang terjadi secara berulang-ulang misalnya kedipan mata yang tidak biasa dan tanpa tujuan) motorik dan vokal beberapa kali dalam satu hari dan telah berlangsung selama paling tidak satu tahun.

Tic yang sederhana apat menjadi gerakan kompleks apabila tidak segera diberikan tindakan. Misalnya tic vokal seperti bunyi mendengus atau mengorok.

Penyebabnya?

Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diuga penyebabnya adalah suatu kelainan dalam dopamin atau neurotransmiter otak lainnya.

Gejalanya?

Sindrom Tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot sederhana, seperti meringis, sentakan kepala dan berkedip-kedip. Gerenyet sederhana kemungkinan hanya gaelisah biasa dan dapat hilang dengan sendirinya. Misalnya orang dengan sindrom Tourette menggerakkan kepalanya secara berulang-ulang dari satu sisi ke sisi yang lain, ada pula yang sering mengedipkan mata, sering membuka mulut mereka dan meregangkan leher mereka.

Gejala sederhana (mendengkur, mendengung) dapat berkembang menjadi gejala yang kompleks, misalnya gerenyet pada syaraf vokal yang kompleks (berbicara kotor atau mengumpat tanpa alasan yang jelas dan tanpa disadari). Pada pertengahan perbincangan, orang dengan sindrom Tourette dapat saja berteriak atau berkata kotor dan mengumpat tanpa terkendali dan tanpa tujuan.

Gerenyet juga dapat terjadi pada syaraf motorik seperti menendang, memukul dan bernafas secara tidak teratur (tersentak-sentak). Anak dengan sindrom ini juga sering memperlihatkan gejala gerakan kepala secara berulang-ulang dari kiri ke kanan dan sebaliknya, mengedip-kedipkan mata, membuka mulut dan meregangkan leher.

Orang dengan sindrom Tourette seringkali mengalami kesulitan dan kegelisahan dalam bersosialisasi. Perilaku yang ditunjukkan biasanya impulsif, agresif dan perilaku menyerang diri sendiri. Anak yang mengalami sindrom ini juga mengalami kesulitan belajar dan mengalami gangguan-gangguan seperti hiperaktif dan gangguan konsentrasi.

Ciri-Ciri Lain?
  • Telah terjadi tic motorik dan vokal
  • Tic atau gerenyet terjadi beberapa kali dalam satu hari, terjadi hampir setiap hari, selama satu tahun atau lebih
  • Terjadi sebelum anak berusia 18 tahun

Adakah Obat Pengendali Tourette Syndrome?

Clonidine merupakan obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, dapat membantu rasa gelisah dan perilaku obsesive-compulsive.

Benzodiazepines seperti Clonazepam dan Diazepam merupakan obat penenang yang aman untuk dikonsumsi.

PERHATIAN : dengan resep dokter atau Psikiater.

Kamis, 30 Agustus 2012

ASPERGER dan AUTIS?

Akhir-akhir ini semakin banyak yang berpendapat bahwa Asperger tidak sama dengan Autis, padahal dalam standar diagnosa DSM IV, Asperger merupakan salah satu spektrum Autis.

Selain ada perbedaan di antara keduanya, sebenarnya ada beberapa ciri dari Asperger dan Autis klasik yang sama, masing-masing punya ciri-ciri dalam hal ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Mereka juga sama-sama menunjukkan beberapa perilaku unik, walaupun dalam tingkatan yang berbeda, dari Mild, Moderate, hingga Severe.

Tidak seperti anak Autis yang bisa didiagnosa di bawah umur 2 - 3 tahun, anak Asperger baru bisa terdekteksi, biasanya pada saat berumur di antara 6 - 11 tahun. Tidak seperti kebanyakan anak Autis, anak Asperger memang tidak menunjukkan keterlambatan bicara, punya kosa kata yang sangat baik, walaupun agak sulit untuk mengerti bahasa humor dan ironi. Mereka pun kebanyakan mempunyai kecedasan yang cukup baik bahkan di atas rata-rata. Oleh karena itu biasanya secara akademik mereka tidak bermasalah, dan mampu mengikuti pelajaran di sekolah umum dengan baik. Sedangkan penyandang Autis klasik, sebagian besar terdiagnosa mempunyai kecerdasan di bawah normal bahkan masuk kategori moderate mental retardation.

Tantangan terbesar bagi penyandang Asperger adalah dalam hal bersosialisasi dan berinteraksi. Pada umumnya, anak Asperger suka untuk berteman, walaupun dengan gaya bahasa dan mimik yang formal dan terlihat aneh. Mereka sulit memulai percakapan dan sulit mengerti makna dari interaksi sosial. Kesulitan anak Asperger dalam bersosialisasi dapat membuat mereka menjadi sangat stres di sekolah. Banyak kendala akan ditemukan pada saat anak Asperger memasuki masa remaja.

Untuk menghadapi masalah itu, orang tua disarankan untuk segera mencari ahli yang profesional dan melakukan intervensi yang diperlukan secepat mungkin dengan berterus terang kepada guru dan kepala sekolah dengan melihatkan atau membawa referensi dari ahli tersebut.

Tanpa pemberitahuan dari orang tua, pihak sekolah dan teman-teman anak Asperger sulit untuk mengetahui bahwa mereka berbeda karena anak Asperger tidak mudah dikenali seperti halnya anak Autis klasik. Hal inilah biasanya yang dapat menjadi pemicu berbagai masalah serius pada anak Asperger.

Walaupun sebagian orang menganggap bahwa Asperger adalah Mild Autism (Autis ringan), treatment dan intervensi tetap harus dilakukan. Sebagian besar program-program terapi untuk anak Asperger biasanya bersifat direct teaching untuk memperbaiki kemampuan yang belum mereka kuasai, misalnya di bidang sosialisasi, mengerjakan pekerjaan sekolah dan cara membagi waktu (time management). Anak Asperger juga akan sangat terbantu jika banyak dilibatkan dalam kegiatan sosial seperti belajar dalam kelompok kecil, klub olahraga, dimana mereka dapat berlatih, berbagi pengalaman mereka dan saling belajar dari teman mereka. Ada juga satu terapi yang cukup baik untuk anak Asperger yaitu terapi RDI (Relationship Development Intervention) dikembangkan oleh Dr. Steven Gutstein.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

 Apa Itu ADHD?

ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (terlalu banyak bergerak/aktif), dan Hyperactive (hiperaktif). Ada kira-kira 3 s/d 5% anak usia sekolah menderita ADHD.

Tanda-tanda ADHD

Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu:
  1. Tidak ada perhatian. Ketidakmampuan memusatkan perhatian pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran, atau melakukan permainan. Seseorang yang menderita ADHD akan mudah sekali teralih perhatiannya karena bunyi-bunyian, gerakan, bau-bauan atau pikiran, tetapi dapat memusatkan perhatian dengan baik jika ada yang menarik minatnya.
  2. Hiperaktif. Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
  3. Impulsif. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
Setiap anak yang seringkali bertindak seperti contoh-contoh diatas selama lebih dari enam bulan berturut-turut, dibandingkan dengan anak seusianya, dapat didiagnosa menderita ADHD. Gejala ini biasanya muncul sebelum si anak berusia enam tahun.

Tanda-tanda ADHD dapat muncul sejak usia prasekolah. Orang tua dan guru prasekolah (kelompok bermain) dan taman kanak-kanak mungkin mengetahui bahwa ada anak-anak yang sangat aktif dan konsentrasinya kurang. Banyak anak ADHD sulit diatur, kurang toleransi terhadap rasa frustasi dan punya masalah dalam berhubungan dengan teman sebaya.Karakteristik umum lainnya adalah ketidakdewasaan dan dekil

Jenis ADHD

ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka menggunakan jenis ADHD berikut ini:
  • Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada di awang-awang.
  • Tipe anak yang hiperaktif dan impulsif. Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-anak kecil.
  • Tipe gabungan mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini.

Penyebab ADHD

Sayang sekali penyebab sebenarnya tidak diketahui. Teori lama mengatakan penyebabnya antara lain adalah keracunan, komplikasi pada saat melahirkan, alergi terhadap gula dan beberapa jenis makanan, dan kerusakan pada otak. Meskipun teori ini ada benarnya, banyak kasus ADHD yang tidak cocok dengan penyebab tersebut. Penelitian membuktikan bahwa ADHD ada hubungannya dengan genetika seorang anak. Bukan berarti kalau salah seorang orang tua menderita ADHD, si anak juga akan menderita ADHD. Juga tidak berarti jika si anak menderita ADHD karena ada kerabat dekat yang menderita ADHD. ADHD si anak bukan berarti kesalahan ada pada anda. Kadang kadang anda merasa sebagai orang tua yang tidak baik yang tidak dapat mengatur si anak, atau mungkin ada orang lain atau seorang guru yang mengatakan bahwa anda bukanlah orang tua yang baik. Yakinkan bahwa anda melakukan yang terbaik untuk anak anda.

Pada anak dengan ADHD, sistem kerja otaknya berbeda. ADHD bukan disebabkan karena kesulitan pada saat kehamilan atau melahirkan. Pada dasarnya, otak penderita ADHD tidak mempunyai kegiatan kimiawi yang cukup untuk mengatur dan mengendalikan apa yang si penderita lakukan atau pikirkan. Pengobatan akan menaikkan aktivitas otak dan memberikan tambahan energi pada otak untuk mengendalikan pikiran dan tingkah laku.

Penting bagi guru dan orang tua untuk tidak memberikan pesan kepada anak bahwa obat itu adalah jawaban untuk semua kesulitan akademik mereka (Hallahan & Kauffman, 2000).Selain diberi obat, anak dengan ADHD harus diajak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka.