Watson
dan Rosalie Rayner (1920) melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas bulan
bernama Albert. Selain Albert, unsur lain dalam percobaan ini adalah seekor
tikus putih, lempengan besi, dan palu. Pada awal studi, Albert tidak
menunjukkan rasa takut pada tikus. Dia bahkan mendekati dan berusaha
menyentuhnya. Selama tahap awal eksperimen, ketika Albert melihat tikus dan
berusaha menyentuhnya, eksperimenter mengambil palu dan memukul lempengan besi
yang ada di belakang Albert, sehingga menimbulkan suara berisik. Dalam merespon
suara tersebut, Albert “kaget terhenyak dan tersungkur ke depan”. Sekali lagi
Albert melihat tikus dan berusaha menyentuhnya, dan sekali lagi saat tangannya
hendak menyentuh tikus, lempengan besi dipukul. Sekali lagi Albert terlonjak
dan mulai merengek. Karena keadaan emosional Albert ini, percobaan dihentikan
selama seminggu sehingga Albert tidak terlalu terganggu.
Sesudah
seminggu, tikus dihadirkan lagi di depan Albert. Kali ini Albert sangat
hati-hati dan mengamatinya dengan cermat. Pada suatu saat, ketika tikus itu
menyetuh tangannya, Albert segera menarik tangannya. Ada beberapa lagi
percobaan penyandingan suara dan tikus dan akhirnya Albert sangat takut pada
tikus. Kemudian, ketika tikus dihadirkan lagi ke Albert, dia mulai menangis,
dan “segera berbalik kearah kiri, terjatuh, lalu merangkak menjauh dengan
cepat.”
Juga
ditunjukkan bahwa rasa takut Albert digeneralisasikan ke berbagai macam obyek
yang pada awalnya ridak ditakutinya: kelinci, anjing, kucing, kain sutera,
topeng santa claus. Jadi, Watson menunjukkan bahwa reaksi emosional kita dapat
ditata melalui pengkondisian klasik. Dalam eksperimen ini, suara keras adalah
US, rasa takut yang ditumbulkan suara itu adalah UR, tikus adalah CS, rasa
takut pada tikus adalah CR. Rasa takut Albert kepada semua objek putih berbulu
menunjukkan adanya generalisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar